KLONING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Di Susun Oleh :
HIRMAN (10640005)
PROGRAM
STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
Hukum Kloning
dalam Pandangan Islam
Belakangan ini telah berkembang satu teknologi
baru yang mampu memduplikasi makhluk hidup
dengan sama persis, teknologi ini dikenal dengan nama teknologi kloning.
Kloning
adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya
pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan, maupun manusia. Kloning telah berhasil dilakukan
pada tanaman sebagaimana pada hewan belakangan ini, kendatipun belum berhasil
dilakukan pada manusia. Tujuan kloning
pada tanaman dan hewan pada dasarnya adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman
dan hewan, meningkatkan produktivitasnya, dan mencari obat alami bagi banyak
penyakit manusia –terutama penyakit-penyakit kronis– guna menggantikan
obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan
manusia.
Upaya memperbaiki kualitas tanaman dan hewan dan meningkatkan
produktivitasnya tersebut menurut syara’ tidak apa-apa untuk dilakukan
dan termasuk aktivitas yang mubah hukumnya. Demikian pula
memanfaatkan tanaman dan hewan dalam proses kloning guna mencari obat yang dapat menyembuhkan
berbagai penyakit manusia –terutama yang kronis– adalah kegiatan yang
dibolehkan Islam, bahkan hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat
hukumnya sunnah. Begitu pula memproduksi berbagai obat-obatan untuk kepentingan
pengobatan hukumnya juga sunnah. Oleh karena itu, dibolehkan memanfaatkan
proses kloning untuk
memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produktivitasnya atau untuk
memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba, onta, kuda, dan sebagainya. Juga
dibolehkan memanfaatkan proses kloning
untuk mempertinggi produktivitas hewan-hewan tersebut dan
mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia,
terutama penyakit-penyakit yang kronis. Oleh karena itu tidak salah jika Majma'
al-Buhûts al-Islâmiyyah yang berpusat di Kairo Mesir mengeluarkan fatwa
akan bolehnya memanfaatkan teknologi kloning terhadap tumbuh-tumbuhan atau
hewan asalkan memiliki daya guna (bermanfaat) bagi kehidupan manusia. Hal ini
didasarkan pada prinsip bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan
untuk kesejahteraan manusia. Apalagi jika kita memanfaatkan proses kloning ini untuk jelas-jelas untuk
memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produktivitasnya atau untuk
memperbaiki kualitas hewan. Selain itu juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk mempertinggi
produktivitas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakannya, ataupun untuk
mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit yang
kronis.
Adapun
kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode
genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian
diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur
(ovum) wanita –yang telah dihilangkan inti selnya– dengan suatu metode yang
mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan. Dengan metode semacam
itu, kloning manusia
dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu
dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan. Lalu dengan
bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan
dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah
bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang
perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi, dan
berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat
dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan
induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan
pada sel telur perempuan.
Dalam fatwanya Majma' al-Buhûts
al-Islâmiyyah menjelaskan bahwa hukum
meng-kloning manusia tergantung pada cara kloning yang dilakukan. Paling tidak
ada empat cara yang bisa dilakukan dalam kloning manusia: Cara pertama,
kloning dilakukan dengan mengambil inti sel (nucleus of cells)
"wanita lain (pendonor sel telur)" yang kemudian ditanamkan ke dalam
ovum wanita kandidat yang nukleusnya telah dikosongkan. Cara kedua,
kloning dilakukan dengan menggunakan inti sel (nucleus) "wanita
kandidat" itu sendiri, dari sel telur milik sendiri bukan dari pendonor. Cara
ketiga, cloning dilakukan dengan menanamkan inti sel (nucleus)
jantan ke dalam ovum wanita yang telah dikosongkan nukleusnya. Sel jantan ini
bisa berasal dari hewan, bisa dari manusia. Terus manusia ini bisa pria lain,
bisa juga suami si wanita. Cara keempat, kloning dilakukan dengan cara
pembuahan (fertilization) ovum oleh sperma (dengan tanpa hubungan seks)
yang dengan proses tertentu bisa menghasilkan embrio-embrio kembar yang banyak.
Pada kasus dua cara pertama, pendapat yang dikemukakan adalah haram, dilarang
melakukan kloning yang semacam itu dengan dasar analogi (qiyas) kepada
haramnya lesbian dan saadduzarai' (tindakan pencegahan, precaution)
atas timbulnya kerancuan pada nasab atau sistem keturunan, padahal melindungi
keturunan ini termasuk salah satu kewajiban agama. Di lain pihak juga akan
menghancurkan sistem keluarga yang merupakan salah ajaran agama Islam. Pada
cara ketiga dan keempat, kloning haram dilakukan jika sel atau sperma yang
dipakai milik lelaki lain (bukan suami) atau milik hewan. Jika sel atau
sperma yang dipakai milik suami sendiri maka hukumnya belum bisa ditentukan
(tawaquf), melihat dulu maslahah dan bahayanya dalam kehidupan
sosial. Untuk menentukan hukum pastinya harus didiskusikan dahulu dengan melibatkan banyak
pakar dari berbagai disiplin ilmu, yang meliputi ilmuwan kedokteran, ilmuwan
biologi (geneticist, biophysicist, dll), sosiolog, psikolog, ilmuwan hukum, dan agamawan (pakar fiqh).
Jika hasilnya bisa membuat kacau tatanan masyarakat (karena banyak orang
kembar, sehingga jika ada tindak kriminal atau kasus hukum lainnya susah diidentifikasi, dan mungkin
efek-efek lain) maka hukumnya haram. Cara mengatasinya dengan melihat maslahah
dan madharatnya. Jika hukum
kloning sudah menjadi keputusan haram atau halal, maka tentu bisa ditindak
lanjuti melalui lembaga-lembaga yang berwenang untuk melarang atau menjatuhkan
sanksi bagi para pelanggarnya.
Namun demikian ada satu hikmah penting
dengan adanya inovasi baru tentang teknologi kloning ini. Prestasi ilmu
pengetahuan yang telah sampai pada penemuan proses kloning ini,
sesungguhnya telah menyingkapkan sebuah hukum
alam yang ditetapkan Allah Swt. pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, karena
proses kloning telah menyingkap fakta
bahwa pada sel tubuh manusia dan hewan terdapat potensi menghasilkan
keturunan, jika inti sel tubuh tersebut ditanamkan pada sel telur perempuan
yang telah dihilangkan inti selnya. Jadi, sifat inti sel tubuh itu tak ubahnya
seperti sel sperma laki-laki yang dapat membuahi sel telur perempuan. Wallahu
a’lam bisshowab.
Melihat
fakta kloning manusia secara menyeluruh, syari’at Islam mengharamkan kloning
terhadap manusia, dengan argumentasi sebagai berikut:
Pertama,
anak-anak produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang tidak alami
(percampuran antara sel sperma dan sel telur). Padahal, cara alami inilah yang
telah ditetapkan oleh syariat sebagai sunatullah menghasilkan anak-anak dan
keturunannya. Allah SWT berfirman:
وَأَنَّهُ
خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأُنثَى (٤٥) مِن نُّطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى (٤٦)
“Dan bahwasannya Dialah yang
menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan dari air mani apabila
dipancarkan.” (QS an-Najm, 53: 45-46)
Dalam
ayat lain dinyatakan pula,
أَلَمْ
يَكُ نُطْفَةً مِّن مَّنِيٍّ يُمْنَى (٣٧) ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى
(٣٨)
“Bukankah dia dahulu setetes
mani yag ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal
darah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan.”
(QS al-Qiyâmah, 75: 37-38).
Kedua, anak-anak produk kloning dari
perempuan — tanpa adanya laki-laki — tidak akan memunyai ayah. Anak produk
kloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur — yang telah
digabungkan dengan inti sel tubuh — ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik
sel telur, tidak pula akan memunyai ibu sebab rahim perempuan yang menjadi
tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung (mediator). Oleh
karena itu, kondisi ini sesungguhnya telah bertentangan dengan firman Allah
SWT,
.
يا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْناكُمْ
مِنْ ذَكَرٍ وَ أُنْثى وَ جَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَ قَبائِلَ لِتَعارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
”Hai manusia, sesungguhnya
kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurât, 49: 13)
Juga
bertentangan dengan firman-Nya yang lain,
ادْعُوهُمْ
لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ
فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ
وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
”Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu [Maula-maula ialah: seorang hamba
sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang telah dijadikan anak angkat,
seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah] dan tidak ada
dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya)
apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS al-Ahzâb. 33: 5).
Ketiga, kloning manusia akan
menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan
pemeliharaan nasab. Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, “Siapa saja yang
menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak)
bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari
Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (H.R. Ibnu Majah) Diriwayatkan pula
dari Abu ‘Utsman An Nahri r.a. yang berkata, “Aku mendengar Sa’ad dan Abu
Bakrah masing-masing berkata, ‘Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah
menghayati sabda Muhammad s.a.w., “siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak)
kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan
bapaknya, maka surga baginya haram.” (H.R. Ibnu Majah) Diriwayatkan pula dari
Abu Hurairah r.a. bahwasannya tatkala turun ayat li’an dia mendengar Rasulullah
saw. bersabda: “Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab
(seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat
apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan
siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat
(kemiripan)nya, maka Allah akan akan tertutup darinya dan Allah akan
membeberkan perbuatannya itu dihadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian
(pada Hari Kiamat)” (H.R. Ad-Darimi).
Kloning manusia yang
bermotif memproduksi manusia-manusia unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan
fisik, kesehatan, kerupawanan — jelas mengharuskan seleksi terhadap orang-orang
yang akan dikloning, tanpa memperhatikan apakah mereka suami-isteri atau bukan,
sudah menikah atau belum. Sel-sel tubuh itu akan diambil dari perempuan atau
laki-laki yang terpilih. Semua ini akan mengacaukan, menghilangkan dan membuat
bercampur aduk nasab.
Keempat, memproduksi
anak melalui proses kloning akan mencegah (baca: mengacaukan) pelaksanaan
banyak hukum-hukum syara’ seperti hukum tentang perkawinan, nasab,
nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak,
hubungan kemahraman, hubungan ‘ashabah, dan banyak lagi. Di samping
itu, kloning akan mencampur-adukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi
fitrah yang telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak.
Konsekuensi kloning ini akan menjungkirbalikkan struktur kehidupan masyarakat.
Pengharaman
ini hanya berlaku untuk kasus kloning pada manusia a.n. sich. Kloning
bagi hewan dan tumbuhan, apalagi bertujuan untuk mencari obat, justru
dibolehkan bahkan disunahkan. Ini dapat dilihat dari dua hadis di bawah ini,
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia
menciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!.” (H.R. Imam Ahmad) Imam Abu
Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik r.a. yang berkata,
“Aku pernah bersama Nabi, lalu datanglah orang-orang Arab Badui. Mereka
berkata, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?’ Maka Nabi saw. menjawab,
“Ya. Hai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian sebab sesungguhnya Allah Azza wa
Jalla tidaklah menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula obat baginya….”
Maka, berdasarkan nash (teks) ini diperbolehkan memanfaatkan proses
kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan untuk mempertinggi
produktivitasnya.
Refrensi:
Ahmad
Ta’rifin, M.A. 2010. Ilmu Alamiah Dasar.
Pekalongan: STAIN Press
DR.
Yusuf Qardhawi. 2002. Fatwa-Fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani
http://blog.uin-malang.ac.id/rizkialfajri/2010/08/27/kloning-dalam-perspektif-islam/ diakses pada tanggal 17 April 2013
http://diaz2000.multiply.com/journal/item/81/Hukum_Kloning_Dalam_Pandangan_Islam_ diakses pada tanggal 17 April 2013
XBOX ONE XBET | XBOX ONE XBOX SURROUND
BalasHapusXBOX ONE XBET 1XBET - Online Sports Betting, Casino, Bingo, Games and Sports Betting, Live william hill Casino, Baccarat, Poker, ボンズ カジノ Roulette, Video Poker and Live Casino.
The Real Deal: Why a Casino's Gaming Experience Won't Get You
BalasHapusIn recent years, 과천 출장샵 casino-partners are trying to 원주 출장안마 reinvent gaming for themselves. In 오산 출장샵 the 김천 출장마사지 wake of the 속초 출장샵 pandemic, the industry has been in for