LAPORAN
PRAKTIKUM KJT
PERKECAMBAHAN
IN VITRO
Disusun
Oleh :
Nama : HIRMAN
NIM : 10640005
LABORATORIUM
TERPADU
PROGRAM
STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
PERKECAMBAHAN IN VITRO
I. TUJUAN
1.1. Melakukan kerja
aseptis dengan menumbuhkan biji secara In
Vitro
1.2. Memperoleh
sumber explant yang steril
II. DASAR TEORI
Kultur
jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi,
sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada
nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi
aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.
Menurut
Gunawan (1988), arah pertumbuhan dan perkembangan atau regenerasi eksplan
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: komposisi media serta jenis dan
konsentrasi zat pengatur tumbuh, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan
dan lingkungan tempat eksplan dikulturkan. Medium yang digunakan untuk
membiakan potongan jaringan tersebut mengandung makanan berupa unsur – unsur
hara makro dan mikro. Penggunaan eksplan dari jaringan muda lebih sering
berhasil karena sel-selnya aktif membelah, dinding sel tipis karena belum
terjadi penebalan lignin dan selulose yang menyebabkan kekakuan pada sel.
Gunawan
(1995) menyatakan bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah :
pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil. Menurut Wattimena
(1992) perbedaan dari bagian tanaman yang digunakan akan menghasilkan pola
pertumbuhan yang berbeda. Eksplan tanaman yang masih muda menghasilkan tunas
maupun akar adventif lebih cepat bila dibandingkan dengan bagian yang tua.
Pelaksanaan
teknik ini memerlukan berbagai prasyaratan untuk mendukung kehidupan jaringan
yang dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang
mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang
diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan
media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa
padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah
nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam
kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan (Mahmoudzadeh and Kruif ,1992).
Unsur makro dan mikro digunakan dalam bentuk senyawa garamnya. Sedangkan vitamin yang berfungsi untuk pertumbuhan umumnya dari kelompok vitamin B (B1, B6 dan B12). Pembentukan embrio somatik atau penggandaan tunas memerlukan zat pengatur tumbuh dari jenis sitokinin dan auksin. Medium yang digunakan dapat berupa cairan atau padatan dengan menambahkan agar. Media dalam botol yang berisi potongan jaringan kemudian ditempatkan dalam ruang dengan suhu dan kelembapan ruang nisbi yang terkontrol (berAC), dengan pencahayaan 12 jam per hari yang berasal dari lampu neon dengan intensitas cahaya antara 3.000 – 10.000 luks (Mahmoudzadeh and Kruif ,1992).
Unsur makro dan mikro digunakan dalam bentuk senyawa garamnya. Sedangkan vitamin yang berfungsi untuk pertumbuhan umumnya dari kelompok vitamin B (B1, B6 dan B12). Pembentukan embrio somatik atau penggandaan tunas memerlukan zat pengatur tumbuh dari jenis sitokinin dan auksin. Medium yang digunakan dapat berupa cairan atau padatan dengan menambahkan agar. Media dalam botol yang berisi potongan jaringan kemudian ditempatkan dalam ruang dengan suhu dan kelembapan ruang nisbi yang terkontrol (berAC), dengan pencahayaan 12 jam per hari yang berasal dari lampu neon dengan intensitas cahaya antara 3.000 – 10.000 luks (Mahmoudzadeh and Kruif ,1992).
Zat
pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam
jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan merubah proses
fisiologi tumbuhan (Abidin, 1995). Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur
tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi
pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan organ.
Menurut
Wattimena (1992) auksin sintetik perlu ditambahkan karena auksin yang terbentuk
secara alami sering tidak mencukupi untuk pertumbuhan jaringan eksplan. Auksin
mempunyai peranan terhadap pertumbuhan sel, dominasi apikal dan pembentukan
kalus. Kisaran konsentrasi auksin yang biasa digunakan adalah 0,01 – 10 ppm.
Naphthalene
Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering ditambahkan dalam media
tanam karena mempunyai sifat lebih stabil daripada Indol Acetic Acid (IAA).
Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) IAA dapat mengalami degradasi yang
disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh karena sifatnya yang labil
IAA jarang digunakan dan hanya merupakan hormon alami yang ada pada jaringan
tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh
enzim yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi.
Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam mengatur pembelahan sel serta mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan kalus. Menurut Mariska et al., (1987) Benzyl Adenine (BA) merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang daya rangsangnya lebih lama dan tidak mudah dirombak oleh sistem enzim dalam tanaman. BA dapat merangsang pembentukan akar dan pembentukan tunas.
Penambahan auksin dan sitokinin secara kombinasi telah berhasil dilakukan terhadap beberapa spesies tanaman.
Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam mengatur pembelahan sel serta mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan kalus. Menurut Mariska et al., (1987) Benzyl Adenine (BA) merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang daya rangsangnya lebih lama dan tidak mudah dirombak oleh sistem enzim dalam tanaman. BA dapat merangsang pembentukan akar dan pembentukan tunas.
Penambahan auksin dan sitokinin secara kombinasi telah berhasil dilakukan terhadap beberapa spesies tanaman.
Welander
(1997) dalam Asmirda (1993) membuktikan bahwa rasio NAA dan BA yaitu 10 : 1
efektif untuk induksi tunas dan akar Begonia sp. Wijono dalam Prahardini dan
Sudaryono (1992) membuktikan bahwa penambahan 3 mg/l NAA dan 2 mg/l BA efektif
untuk induksi kalus pepaya dan jumlah kultur perkalus meningkat dengan
peningkatan NAA dari 1 mg/l – 3 mg/l.
Berdasarkan
kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk pembentukan kalus, maka dalam media tanam
perlu ditambahkan auksin dan sitokinin. Interaksi kedua zat ini mempengaruhi
pertumbuhan, morfogenesis dalam kultur sel, kultur jaringan dan organ.
Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini sering mengendalikan bentuk dan
jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik pertumbuhan kalus atau organogenesis.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui respon eksplan daun tanaman jeruk manis secara invitro akibat
pemberian NAA dan BA.
III. METODE
3.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum
perkecambahan in vitro ini yaitu
Botol berisi kapas steril, Petridisk berisi kertas saring steril, Pinset, Lampu
Bunsen, Penggaris, Pipet, Erlenmeyer 50 ml, 100 ml, Hand sprayer berisi
spiritus, laminar air flow, glove,
dan masker.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu Biji
kacang hijau (Vigna radiate), Biji
Sawi (Brasicca sp), Medium MS ½ tanpa
ZPT, Akuades steril, Bleach 5,25 % Na Hipoklorit, Alkohol 70%, Tissue dan
Detergen cair/ tween 20.
3.2.
Cara Kerja
Sterilisasi
biji sawi dan biji kacang hijau:
3.2.1.
Biji di cuci dengan merendamnya kedalam air yang telah ditambahkan beberapa
tetes detergen cair dalam gelas beaker. Diaduk-aduk dengan menggunakan tangan
atau shaker selama 2-3 menit.
3.2.2.
Dicuci dalam air mengalir selama 15 menit.
3.2.3.
Eksplan direndam dalam alcohol 70 % selama 1-2 menit, diangkat kemudian
direndam dalam larutan natrium hipoklorit 2% + 2-3 tetes Tween selama 15 menit.
3.2.4.
Dalam ruang steril, eksplan dibilas dengan akuades steril sebanyak 5 kali,
masing-masing selama 1 menit.
3.2.5.
Eksplan ditanam kedalam media kultur, masing-masing botol 3 biji.
3.2.6.
Botol ditutup dengan alumunium foil, diberi label dan disimpan didalam ruang
kultur.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1.
Tabel 1. Hasil pengamatan kecambah pada Vigna radiata
No.
|
Pengamatan hari
|
Ket.
|
||||
0
|
5
|
10
|
15
|
20
|
||
1.
|
-
|
4
|
5
|
5
|
5
|
Tidak ada kontaminan, tumbuh lebat.
|
2.
|
-
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Hari ke-5, baru imbibisi, ke-10 tumbuh akar.
|
3.
|
-
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Hari k-5 biji berimbibisi, hari-10 sampai terakhir
tumbuh, tidak ada kontaminan
|
4.
|
-
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Hari k-5 biji berimbibisi, hari-10 sampai terakhir
tumbuh, tidak ada kontaminan
|
5.
|
-
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Hari k-5 biji berimbibisi, hari-10 sampai terakhir
tumbuh, tidak ada kontaminan
|
6.
|
-
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Hari ke-5 berimbibisi, hari ke-10 sudah tumbuh daun
|
7.
|
-
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Hari ke-5 berimbibisi, hari ke-10 sudah tumbuh daun
|
8.
|
-
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Hari ke-5 berimbibisi, sampai hari ke-20 daun tumbuh
dan banyak akar
|
9.
|
-
|
2
|
3
|
3
|
3
|
Hari ke-5 berimbibisi, sampai hari ke-20 daun tumbuh
dan banyak akar
|
10.
|
-
|
2
|
2
|
2
|
2
|
Hari ke-5 berimbibisi, sampai hari ke-20 daun tumbuh
dan banyak akar
|
11.
|
-
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Hari ke-5 berimbibisi, sampai hari ke-20 daun tumbuh
dan banyak akar
|
12.
|
-
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Hari ke-5 berimbibisi, sampai hari ke-20 daun tumbuh
dan banyak akar
|
13.
|
-
|
1
|
3
|
3
|
3
|
Hari ke-5 berimbibisi, tumbuh tunas dulu, sampai hari
ke-20 daun tumbuh dan banyak akar
|
4.1.2.
Tabel 2. Hasil pengamatan kecambah pada Brasicca
sp
No
|
Pengamatan hari
|
Ket.
|
||||
0
|
5
|
10
|
15
|
20
|
||
1
|
-
|
9
|
10
|
10
|
10
|
2 tidak tumbuh, warna hijau muda
|
2
|
-
|
8
|
8
|
8
|
8
|
1 tidak tumbuh, warna hijau muda
|
3
|
-
|
8
|
8
|
8
|
8
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
4
|
-
|
3
|
4
|
4
|
4
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
5
|
-
|
3
|
4
|
4
|
4
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
6
|
-
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
7
|
-
|
5
|
6
|
7
|
7
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
8
|
-
|
9
|
9
|
9
|
9
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
9
|
-
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
10
|
-
|
3
|
4
|
4
|
4
|
Hari ke-10 terkontaminasi oleh jamur tapi tetap tumbuh
|
11
|
-
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
12
|
-
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
13
|
-
|
4
|
6
|
6
|
6
|
Tumbuh semua, warna hijau muda
|
4.2.
Pembahasan
Praktikum
KJT kali ini berjudul perkecambahan In
Vitro yang bertujuan supaya praktikan mampu melakukan kerja aseptis dengan
menumbuhkan biji secara In Vitro dan
memperoleh sumber eksplan yang steril. Eksplan yang digunakan pada praktikum
ini adalah biji kacang hijau (Vigna
radiata) dan biji sawi (Brasicca sp)
serta medium yang digunakan yaitu medium ½ MS.
Dari
hasil pengamatan pada tabel 1. diatas dapat kita lihat bahwa pertumbuhan
kecambah Vigna radiata mengalami
pertumbuhan yang subur dibuktikan dengan hasil pengamatan dari hari ke 5
sebagian besar tumbuh semua biji hingga pada hari ke 20 mengalami pertumbuhan
yang lebat baik dilihat pada pertumbuhan akar maupun daun dan batang. Hal ini
bisa terjadi karena media yang digunakan cocok untuk tanaman tersebut. Pada
hari ke 5 ada beberapa biji saja yang belum tumbuh akan tetapi mengalami
imbibisi. Daun dan akar rata-rata tumbuh pada hari ke 10 dan tidak terdapat
adanya kontaminasi.
Pada
tabel 2. Dapat kita lihat pada kecambah Brasicca
sp juga mengalami pertumbuhanyang tidak jauh berbeda dengan Vigna radiata namun ada beberapa biji
saja yang tidak mengalami pertumbuhan atau bisa dikatakan mengalami dormansi
biji. Hal itu bisa terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor baik yang
berasal dari internal biji itu sendiri maupun yang berasal dari eksternal.
Selepas dari hal itu, kebanyakan dari biji sawi mengalami perkecambahan semua
dari hari kelima sampai dengan hari ke 20 yaitu kecambah berwarna hijau muda.
Pada perkecambahan sawi terdapat satu botol yang mengalami kontaminasi yaitu
dikontaminasi oleh jamur, akan tetapi walaupun terkontaminasi masih bisa
tumbuh. Kontaminasi bisa terjadi karena bisa jadi ketika menanam praktikan
tidak berhati-hati dalam meminimalisir sumber kontaminan. Sumber kontamin bisa
berasal dari eksplan, alat, bahan atau pun bisa berasal dari praktikan itu
sendiri. Oleh karena itu pada saat menanam diharuskan semua dalam keadaan
steril.
Jika
kita bandingkan laju pertumbuhan pada kecambah kacang hijau dan sawi maka pada
tabel dapat kita lihat bahwa perkecambahan biji sawi lebih cepat tumbuh daripada
biji kacang hijau. Padahal jika kita lihat kulit biji sawi lebih keras
disbanding dengan kacang hiajau. Hal ini bisa terjadi karena biji sawi mampu
menyerap air atau nutrien dengan cepat.
Pada
praktikum ini menggunakan media 1/2 MS karena terkait dengan
faktor pertumbuhan eksplan yang pada masa imbibisi membutuhkan air yang cukup
banyak. Dengan adanya air yang cukup memadai maka eksplan akan dengan cepat
akan mengalami pertumbuhan.
Faktor
yang menentukan keberhasilan kultur jaringan tumbuhan adalah media dan zat
pengatur tumbuh. Medium yang digunakan untuk membiakkan biji tersebut
mengandung makanan berupa unsur-unsur hara makro dan mikro. Disamping itu , ke
dalam medium juga ditambahkan sumber karbon yang berasal dari sukrosa dan
gula,vitamin dan zat pengatur tumbuh yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan
dan meningkatkan kemampuan sel untuk menjadi calon tanaman atau planlet (Dixon
and Gonzales, 1994).
V. KESIMPULAN
Praktikan
sudah mampu menerapkan cara kerja yang aseptis dengan menumbuhkan biji secara In vitro, hal ini dibuktikan dari hasil
yang diperoleh biji sawi dan biji kacang hijau mampu tumbuh dengan subur dan
lebat pada media 1/2 MS.
Dengan
hasil penanaman yang begitu lebat maka praktikan telah berhasil pula membuat
sumber eksplan yang baru dan dalam keadaan steril (eksplan steril) yang akan
digunakan untuk menumbuhkan individu baru dari salah satu organ dari eksplan
steril tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1985. Dasar – Dasar
Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa: Bandung
Asmirda. 1993. Respon Pertumbuhan Potongan Jaringan Daun Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) pada Medium Murashige dan Skoog dengan Penambahan 2,4 – D, NAA dan BA. Tesis Sarjana Biologi Universitas ANdalas: Padang
Gunawan, I.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laborartorium Kultur Jaringan PAU. Bioteknologi. IPB: Bogor
Gunawan, I.W. 1995. Teknik In vitro Dalam Hortikultura. Penerbit Swadaya: Jakarta
Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur jaringan Perbanyakan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif. Kanisius: Yogyakarta
Jumin, H.B. 1997. Perkembangan Baru Dalam Breeding Citrus Suatu Tinjauan Bioteknologi. UIR Press. Pekanbaru.
Rukmana, R dan Y. Yuniarsih. 2003. Usaha Tani Jeruk Keprok. Aneka Ilmu. Semarang
Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisius. Yogyakarta.
Wattimena, G.A. 1992. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi. IPB. Bogor
Asmirda. 1993. Respon Pertumbuhan Potongan Jaringan Daun Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) pada Medium Murashige dan Skoog dengan Penambahan 2,4 – D, NAA dan BA. Tesis Sarjana Biologi Universitas ANdalas: Padang
Gunawan, I.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laborartorium Kultur Jaringan PAU. Bioteknologi. IPB: Bogor
Gunawan, I.W. 1995. Teknik In vitro Dalam Hortikultura. Penerbit Swadaya: Jakarta
Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur jaringan Perbanyakan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif. Kanisius: Yogyakarta
Jumin, H.B. 1997. Perkembangan Baru Dalam Breeding Citrus Suatu Tinjauan Bioteknologi. UIR Press. Pekanbaru.
Rukmana, R dan Y. Yuniarsih. 2003. Usaha Tani Jeruk Keprok. Aneka Ilmu. Semarang
Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisius. Yogyakarta.
Wattimena, G.A. 1992. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi. IPB. Bogor
Gambar 1. Hari Ke-20
Gambar 2. Hari ke-15
Gambar 3. Hari ke-10
Gambar 4. Hari ke-5
Gambar 5. Pengamtan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar